Rabu, 02 Desember 2009

Terpedaya Hipnotis, THR Lenyap

Bagi para karyawan swasta maupun pegawai pemerintahan, Lebaran identik dengan tunjangan hari raya atau THR. Maklum, THR yang rata-rata besarannya satu bulan gaji ini kerap ditunggu untuk menambah kebutuhan saat merayakan Lebaran bersama keluarga. Namun apa yang terjadi bila rencana membelanjakan THR berantakan karena uang di rekening tabungan lenyap usai menerima telepon dari orang tak dikenal.
Peristiwa itu setidaknya dialami Devi Kusumawardani, baru-baru ini. Uang THR-nya lenyap setelah karyawati swasta di Jakarta ini menerima telepon dari orang tidak dikenal yang mengabarkan dirinya memenangkan undian dan mendapatkan bonus pulsa. Uang THR itu ditransfer Devi lewat anjungan tunai mandiri atau ATM atas perintah si penelepon. Rencana Devi membelikan baju baru untuk anak-anak pun sirna.
Menurut Mardigu WP. Che, hypnotherapist, teknik hipnotis atau mempengaruhi orang lain tidak lebih dari teknik atau kemampuan memainkan kata-kata. Untuk itu, tambah Mardigu, hipnotis melalui media telepon dimungkinkan. "Alat komunikasi telepon sangat memungkinkan. Kita bisa melakukan kapan saja," kata Mardigu.
Kemampuan berbahaya secara verbal yang baik, menurut Mardigu, akan mempermudah menghipnotis seseorang tanpa harus bersentuhan secara fisik. Sementara orang yang latah memiliki tingkat risiko terhipnotis tinggi. Begitu juga dengan orang yang memiliki sifat auditorie. Ia akan lebih mudah terpengaruh melalui suara. Untuk menghindari, segera akhiri komunikasi via telepon dari orang yang tidak dikenal. "Hentikan komunikasi, telepon jangan diterima lama-lama," ucap Mardigu. liputan6.com

Waspadai Obat Palsu di Kediri

Kesehatan adalah segalanya. Sebab menjaga kesehatan berarti bertahan untuk hidup. Karenanya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan tak akan pernah surut. Sayang, kebutuhan masyarakat yang tinggi terhadap layanan kesehatan ini dimanfaatkan sejumlah pihak yang tak bertanggung jawab. Seperti temuan Kepolisian Sektor Pesantren, Kediri, Jawa Timur, baru-baru ini, yang menyita ratusan butir obat palsu dari penjual dan peracik obat palsu bernama Mufradli.
Kepada polisi, tersangka mengaku melayani pembeli dengan mendengarkan terlebih dahulu keluhan atau gejala yang diderita. Ia kemudian meracik obat berdasarkan keluhan pembeli. Padahal, ia sama sekali tak memiliki keahlian untuk membuat obat. Pelaku tidak bekerja sendiri. Ia dibantu seorang teman bernama Salamun, yang juga tertangkap tangan saat menjual obat palsu di Pasar Pahing, Kediri.
Di tempat berbeda, penjual obat kuat palsu bernama Sutriawan juga ditangkap petugas Kepolisian Resor Kota Kediri. Dari tangan tersangka disita obat penambah daya seksual dari berbagai merek terkenal. Ia dibekuk karena menjual obat tanpa izin dari pihak berwenang. Hal ini menyalahi peraturan dari Departemen Kesehatan dan Departemen Perdagangan. Pelaku mengaku hanya menjual berdasarkan pesanan dari konsumen. Liputan 6 SCTV

Awas, Dokter Gadungan!

Kesehatan adalah segalanya. Sebab menjaga kesehatan berarti bertahan untuk hidup. Namun, untuk mendapatkan kesehatan bukan berarti kita bisa menempuh jalan pintas. Setidaknya hal itulah yang bisa dijadikan pelajaran dari kasus yang dihadapi Marcy binti Toyib, warga Desa Suka Slamet, Indramayu, Jawa Barat, baru-baru ini. Hanya karena ingin menyembuhkan sakit kepala yang lama dideritanya, justru mengantarkannya pada kematian.
Kejadian bermula saat Marcy mengalami nyeri di kepala bermaksud ingin berobat. Lantaran rumahnya jauh dari pusat kesehatan masyarakat (puskesmas), memaksa anak korban memanggil Sonaji alias Rizal, dokter yang biasa berkeliling desa. Namun, anak korban tidak mengetahui jika Rizal adalah dokter gadungan.
Berdasarkan penuturan Ani Fitriani, anak korban, saat sakit kepala Marcy diberi obat kemudian disuntik oleh Rizal. Setelah meminum dua obat yang diberikan Rizal, korban mengalami kejang-kejang hingga keluar busa dari mulutnya. Melihat ini, korban langsung dilarikan ke puskesmas terdekat, tetapi beberapa jam kemudian nyawanya tak tertolong. "Tenang aja, itu kan obat penenang," kata Ani, menirukan gaya dokter gadungan tersebut saat diminta kejelasannya.
Ternyata tak hanya Marcy yang menjadi korban praktek Rizal, si dokter gadungan. Sebelumnya juga ada Chasim dan Fatonah yang pernah diobati dokter yang sebenarnya adalah montir radio itu. Awalnya, karena faktor ekonomi semata yang memaksa petani Desa Suka Slamet, Gembrong ini berobat ke dokter keliling.
Berdasarkan keterangan Kepala Satuan Reserse Kepolisian Resor Indramayu, Ajun Komisaris Polisi Andry K, Sonaji alias Rizal tidak mempunyai latar belakang sekolah kedokteran. Bahkan Ia tak lulus sekolah dasar. Modal Sonaji hanya berbekal literatur buku kedokteran dan alat-alat medis yang dibelinya di apotik. Kini, pelaku harus mempertanggungjawabkan perbuatannya karena telah menyalahi undang-undang kedokteran dan membahayakan jiwa orang lain.
Menanggapi hal ini, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Indramayu, Dedi Rohendi mengatakan bahwa pelaku harus kena sanksi karena telah menimbulkan korban meninggal. Dedi menjelaskan, yang berhak memberikan pengobatan hanya dokter. Bahkan, UU Kedokteran dengan jelas mengatakan bahwa seorang dokter dapat praktik dan membuka klinik setelah ada izin praktek dari IDI setempat.
Jadi, jika sakit, sebaiknya Anda segera berobat ke Puskesmas atau rumah sakit terdekat. Di kedua tempat ini, pasti ada dokter atau paramedis yang mengetahui prosedur penanganan pasien. Selengkapnya, simak video berita ini.Liputan6.com